JS, PRINGSEWU - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Lampung menggelar Diskusi Virtual atau Webinar, dengan tema Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Salah Siapa?, Senin (20/7/20).
Diskusi virtual ini digelar mulai pukul 13.00-15.30 WIB, dengan moderator Dr.H.Fauzi, SE, M.Kom., Akt., CA, CMA (Ketua LPA Pringsewu sekaligus Wakil Bupati Pringsewu).
Sejumlah narasumber turut bergabung di webinar ini, diantaranya Komisaris Besar Polisi Muslimin Ahmad (Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Lampung), Dr.Hj.D.Sulastri Dewi, SH, MH (Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang), juga Sukma Prawitasari, S.Psi., M.Psi., Psikolog (Konsultan Psikologi), dengan jumlah peserta mencapai 310, terdiri dari berbagai kalangan dari seluruh Indonesia dan mancanegara.
Komisaris Besar Polisi Muslimin Ahmad (Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Lampung), dalam paparannya diantaranya menyoroti masalah terkait Perlindungan Anak, dimana dikatakan bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak nya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal tersebut, kata Ahmad, sebagaimana Pasal 1 Ayat (2) UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
Sementara itu, Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang, Dr.Hj.D.Sulastri Dewi, SH, MH mengungkapkan ada 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama 2019 lalu. Angka ini menurutnya merupakan fenomena gunung es, dimana setiap 2 jam sekali ada perempuan mengalami kekerasan seksual di Indonesia, dengan angka pelaporan kekerasan seksual terus bertambah dan semakin komplek.
Sedangkan sejumlah permasalahan terkait Perempuan Berhadapan Dengan Hukum (PBH), diantaranya adalah aparat penegak hukum yang belum memiliki prospektif gender, perempuan yang menjadi korban seringkali mengalami beban ganda dan reviktimisasi perempuan korban diperiksa secara bersamaan dengan terdakwa, norma hukum acara pidana yang masih berorientasi kepada hak-hak tersangka dan terdakwa, serta PBH yang seringkali tidak didampingi oleh pendamping.
Di sisi lain, Konsultan Psikologi Sukma Prawitasari, S.Psi., M.Psi., Psikolog mengungkapkan Kekerasan Terhadap Perempuan berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan mencapai 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi pada tahun 2015, sementara pada 2016 lalu, Komnas Perempuan juga mencatat terdapat 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan, 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2017, 406.178 kasus pada 2018, serta hingga 2020 ini tercatat sebanyak 431.471 kasus.
Kemudian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI
juga mencatat per 2 Maret hingga 25 April 2020, sudah terdapat 275 kasus kekerasan yang dialami wanita dalam bentuk KDRT. (*/nh)